10 Macam Kerusakan dan Kemaksiatan di penghujung tahun masehi


Pergantian tahun baru Masehi, berikut kerusakan yang terjadi ketika tahun baru masehi, dan larangan untuk merayakannya.

Sejarah Tahun Baru Masehi

Tahun Baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM (Sebelum Masehi). Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, Ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh Sebelum Masehi, Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dan Iskandariyah, yang menyarankan agar penaggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir. Satu Tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 sebelum Masehi sehingga tahun 46 sebelum Masehi dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh di tahun 44 sebelum Masehi, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus. [Wikipedia.org/wiki/Tahun_baru]

Dari sini kita dapat menyaksikan bahwa perayaan tahun baru dimulai dari orang-orang kafir dan sama sekali bukan dari Islam. Perayaan tahun baru ini terjadi pada pergantian tahun kalender Gregorian yang sejak dulu telah dirayakan oleh orang-orang kafir. Berikut ini adalah beberapa kerusakan akibat seorang muslim merayakan tahun baru Masehi.

Kerusakan Pertama : Merayakan Tahun Baru berarti Merayakan ‘Ied (Perayaan ) yang Haram.

Perlu diketahui bahwa perayaan (‘Ied) kaum muslimin ada dua yaitu ‘Idul Fitri dan ‘idul Adha. Anas bin Malik mengatakan,

كَانَ لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ قَالَ كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى

Orang-orang Jahiliyah dahulu memiliki dua hari (hari Nairuz dan Mihrojan) disetiap tahun yang mereka senang-senang ketika itu. Ketika Nabi shalallahu’alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau mengatakan, ‘Dahulu kalian memiliki dua hari untuk senang-senang di dalamnya. Sekarang Allah telah menggantikan bagi kalian dua hari yang lebih baik yaitu hari ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha.’” [HR. An Nasa-i no. 1556. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih]

Namun setelah itu muncul berbagai perayaan (‘Ied) di tengah kaum muslimin. Ada perayaan yang dimaksudkan untuk ibadah atau sekedar meniru-niru orang kafir. Di antara perayaan yang kami maksudkan di sini adalah perayaan tahun baru Masehi. Perayaan semacam ini berarti di luar perayaan yang Nabi shalallahu’alaihi wa sallam maksudkan sebagai perayaan yang lebih baik yang Allah ganti. Karena perayaan kaum muslimin hanya dua yang dikatakan baik yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.

Perhatikan penjelasan Al Lajnah Ad Daimiah lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’, komisi fatwa di Saudi Arabia berikut ini : Al Lajnah Ad Daimiah mengatakan, “Yang disebut ‘Ied atau hari perayaan secara istilah adalah semua bentuk perkumpulan yang berulang secara periodik boleh jadi tahunan, bulanan, mingguan atau semisalnya. Jadi dalam Ied terkumpul beberapa hal :


  1. Hari yang berulang semisal Idul Fitri dan hari Jum’at.
  2. Berkumpulnya banyak orang pada hari tersebut.
  3. Berbagai aktivitas yang dilakukan pada hari itu baik berupa ritual ibadah ataupun non ibadah.

Hukum Ied (perayaan) terbagi menjadi dua :

  1. Ied yang tujuannya adalah beribadah, mendekatkan diri kepada Allah dan mengagungkan hari tersebut dalam rangka mendapat pahala, atau
  2. Ied yang mengandung unsur meyerupai orang-orang Jahiliyah atau golongan-golongan orang kafir yang lain maka hukumnya adalah bid’ah yang terlarang karena tercakup dalam sabda Nabi shalallahu’alaihi wa sallam,

    مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ 

    “Barang siapa yang mengada-ngadakan amal dalam agama kami ini padahal bukanlah bagian dari agama kami ini padahal bukanlah bagian dari agama maka amal tersebut tertolak.” (HR.Bukhari dan Muslim)

Misalnya adalah peringatan maulid Nabi, hari Ibu dan hari Kemerdekaan. Peringatan maulid nabi itu terlarang karena hal itu termasuk mengada-adakan ritual yang tidak pernah Allah izinkan di samping menyerupai orang-orang Nasrani dan golongan orang kafir yang lain. Sedangkan hari ibu dan hari kemerdekaan terlarang karena menyerupai orang-orang kafir.” [Fatawa Al-Lajnah Ad Daimiah lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’, 3/88-89, Fatawa no. 9403, Mawqi’ Al Ifta’.]

Begitu pula perayaan tahun baru termasuk perayaan yang terlarang karena menyerupai perayaan orang kafir.

Kerusakan kedua: Merayakan Tahun Baru Berarti Tasyabbuh (Meniru-niru) Orang Kafir

Merayakan tahun baru termasuk meniru-niru orang kafir. Dan sejak dulu Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam sudah mewanti-wanti bahwa umat ini memang akan mengikuti jejak orang Persia, Romawi, Yahudi dan Nasrani. Kaum muslimin mengikuti mereka baik dalam berpakaian atau pun berhari raya.

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, Nabi shalallahu’alaihi wa sallam bersabda,

« لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ » . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ « وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ »

“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan kepada Rasulullah shalallah’alaihi wa sallam, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?” [HR. Bukhari no. 7319, dari Abu Hurairah]

Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu’anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda,

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ . قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ

“Sesungguhnya kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang penuh lika-liku, pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” [HR. Muslim no.2669, dari Abu Sa’id Al Khudri]

An Nawawi rahimahullah ketika menjelaskan hadits di atas menjelaskan, “Yang dimaksud dengan syibr (sejengkal) dan dziro’ (hasta) serta lubang dhob (Lubang hewan tanah yang penuh lika-liku), adalah permisalan bahwa tingkah laku kaum muslimin sangat mirip sekali dengan tingkah yahudi dan Nasrani. Yaitu kaum muslimin mencocoki mereka dalam kemaksiatan dan berbagai penyimpangan, bukan dalam hal kekufuran. Perkataan beliau ini adalah suatu mukjizat bagi beliau karena apa yang beliau katakan telah terjadi saat-saat ini.” [Al Minhaj Syarh Shohih Muslim, Abu Zakariya Yahya bin Syarf An Nawawi, 16/220, Dar Ihya’ At Turorts Al ‘Arobiy, cetakan kedua, 1392.]

Lihatlah apa yang dikatakan oleh Nabi shalallahu’alaihi wa sallam. Apa yang beliau katakan memang benar-benar terjadi saat ini. Berbagai model pakaian barat diikuti oleh kaum muslimin, sampai pun yang setengah telanjang. Begitu pula berbagai perayaan pun diikuti, termasuk pula perayaan tahun baru ini.

Ingatlah, Nabi shalallahu’alaihi wa sallam secara tegas telah melarang kita meniru-niru orang kafir (tasyabbuh).

Beliau bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” [HR. Ahmad dan Abu Daud. Syaikhul Islam dalam Iqthidho’ (1/269) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/ bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269]

Menyerupai orang kafir (tasyabbuh) ini terjadi dalam hal pakaian, penampilan dan kebiasaan. Tasyabbuh disini diharamkan berdasarkan dalil Al-Qur’an, As Sunnah dan kesepakatan para ulama (ijma’). [Lihat penukilan Ijma’ (Kesepakatan ulama) yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Iqtidho ‘Ash Shirotil Mustaqim, 1/363, Wazarotu Asy Syu-un Al Islamiyah, cetakan ketujuh, tahun 1417 H]

0 Response to "10 Macam Kerusakan dan Kemaksiatan di penghujung tahun masehi"

Post a Comment

Donasi Dakwah
Dailymuslim_id
gambar
Operasional Website, Domain, maintenance, editor, jaringan, dll. yuk donasi melalui :

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel